• UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada TEKNOLOGI MESIN & ALAT
PENGOLAH KAKAO – COKELAT
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
    • Kontak
  • Penghargaan
  • Publikasi
    • Publikasi Ilmiah
    • Seminar
    • Pemberitaan Media
    • Video
  • Artikel
    • Pengolahan Kakao
    • Pengolahan Cokelat
    • Pengolahan Produk Berbasis Cokelat
    • Standard Kualitas Kakao-Cokelat
  • Komunitas
  • Beranda
  • Artikel
  • Pengolahan Kakao
Arsip:

Pengolahan Kakao

Talkshow 20 Tahun Cokelat Monggo: Dr. Arifin Berbagi 7 Parameter Penting dalam Menghasilkan Cokelat Berkualitas

ArtikelBeritaPengolahan CokelatPengolahan KakaoPengolahan Produk Berbasis CokelatStandard Kualitas Kakao-Cokelat Tuesday, 22 July 2025

Yogyakarta, 29 Mei 2025 — Dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-20, Cokelat Monggo, salah satu pelopor produsen cokelat premium asli Indonesia, menggelar talkshow bertajuk “Sinergi Masa Depan untuk Kakao Indonesia” di Lobby Pakuwon Mall Yogyakarta. Talkshow ini menjadi wadah diskusi lintas sektor yang menghadirkan para pakar, pelaku usaha, peneliti, hingga petani kakao untuk bersama-sama membahas masa depan industri kakao Indonesia.

Hadir sebagai narasumber, Dr. Arifin Dwi Saputro, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (FTP UGM), turut berbagi wawasan mengenai pentingnya penerapan standar kualitas dalam produk cokelat Indonesia agar mampu bersaing di pasar nasional maupun global. Selain Dr. Arifin, turut hadir Thierry Dethournay, pendiri Chocolate Monggo, Dr. Soetanto Abdullah, Ketua Dewan Kakao Indonesia, serta Bapak Sumadi, petani kakao asal Gunungkidul yang mewakili pelaku usaha hulu di sektor ini.

Dalam presentasinya, Dr. Arifin menegaskan bahwa pengembangan produk cokelat berkualitas harus dimulai dari hulu, melalui perbaikan penanganan pascapanen dan proses produksi berbasis standar internasional. Ia juga memaparkan beberapa inisiatif kolaboratif antara Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM dengan UMKM binaan di bidang kakao dan cokelat. Program ini fokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan keterampilan teknis, serta pengembangan inovasi produk agar cokelat Indonesia dapat memenuhi standar internasional dan dikenal luas di pasar global.

Foto bersama dari kiri Bapak Sumadi, Dr. Soetanta Abdullah, Thierry Thierry Dethournay dan Dr. Arifin Dwi Saputro

Sebagai bagian dari edukasi publik, Dr. Arifin juga membagikan 7 parameter utama cokelat berkualitas, yaitu:

  1. Permukaan yang mengkilap dan seragam
  2. Kekerasan atau tekstur yang tepat
  3. Aroma khas cokelat yang kuat dan menggugah selera
  4. Titik leleh yang sesuai sehingga cokelat meleleh sempurna di mulut
  5. Ukuran partikel yang halus dan merata
  6. Sifat reologi atau aliran cokelat yang tepat saat diproses
  7. Kadar air rendah untuk menjaga rasa dan ketahanan produk

Talkshow ini diharapkan menjadi momentum untuk membangun sinergi yang lebih kuat antara akademisi, pelaku industri, pemerintah, dan petani kakao dalam mendorong ekosistem industri kakao nasional yang berkelanjutan. Selain itu, melalui kegiatan ini, masyarakat umum juga diharapkan mendapatkan pengetahuan baru mengenai sejauh mana perkembangan teknologi dan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengolah biji kakao menjadi produk cokelat berkualitas tinggi. Hal ini membuka wawasan bahwa di balik sebatang cokelat yang berkualitas, terdapat inovasi dan penelitian yang terus dilakukan secara kolaboratif.

Talkshow ini sejalan dengan komitmen bersama untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya:

  • SDG 1 (Tanpa Kemiskinan) dan SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) melalui peningkatan kapasitas petani dan pelaku UMKM sektor kakao
  • SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur) dengan pengembangan teknologi dan inovasi dalam produksi cokelat
  • SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) melalui penguatan kolaborasi antara akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat

Intermediate Products Kakao: Cocoa Mass, Cocoa Butter dan Cocoa Powder

ArtikelPengolahan Kakao Monday, 15 July 2019

Cocoa Mass / Cocoa Liquor (Pasta Kakao)

Cocoa mass merupakan hasil dari grinding nib kakao. Nib kakao memiliki struktur seluler yang mengandung sekitar 55% lemak kakao dalam bentuk padat yang terkunci di dalam sel. Grinding nib kakao menjadi cocoa mass dapat dilakukan dengan mesin seperti stone mills, disc mills, hammer mills, dan ball mills (Afoakwa, 2010).

 

Cocoa Butter (Lemak Kakao)

Dengan melakukan pengepresan hidrolik pada cocoa mass, maka akan diperoleh cocoa butter dan cocoa cakes. Pengepresan hidrolik adalah proses terbuka di mana cocoa butter akan terekstraksi dari cocoa mass dan menyisakan bungkil hasil pengepresan (cocoa cakes). Cocoa butter berwarna putih gading dan padat pada suhu ruang. Cocoa butter merupakan komponen termahal dari biji kakao.

macam-cocoa

Cocoa Powder (Bubuk Kakao)

Cocoa cakes atau bungkil hasil pengepresan selanjutnya dikeringkan dan kemudian digiling menggunakan hammer mill sehingga menjadi cocoa powder. Cocoa powder atau bubuk kakao merupakan bagian dari kakao yang tidak mengandung lemak. Cocoa powder dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan proses produksi produk lain seperti selai, aneka olahan roti, dan selai.

 

Referensi:

Afoakwa, E. (2010). Chocolate Science and Technology. UK: Wiley Blackwell Oxford.

Saputro, A.D. (2017). Structure-function relations of palm sap sugar in dark chocolate. PhD thesis, Ghent University, Belgium, 221p.

Pengeringan Dan Penyangraian Serta Produksi Nib Kakao: Tujuan Dan Prosesnya

ArtikelPengolahan Kakao Monday, 8 July 2019

Pengeringan Biji Kakao

Setelah fermentasi selesai, biji kakao dikeringkan untuk menurunkan kadar air dari 60% hingga menjadi 6-8% (Nair, 2010), hal ini dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan jamur selama penyimpanan dan memungkinkan adanya perubahan kimia yang terjadi selama fermentasi dalam meningkatkan pengembangan citarasa kakao (Kyi dkk., 2005). Pengeringan biji kakao fermentasi memulai reaksi oksidasi polifenol utama yang dikatalisis oleh polifenol oksidase, sehingga menimbulkan komponen rasa baru dan hilangnya keutuhan membran yang menyebabkan pembentukan warna coklat (Afoakwa, 2010).

Selama pengeringan berlangsung, laju pengeringan menjadi hal yang sangat penting diperhatikan untuk menjaga kualitas akhir biji kakao. Laju pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan pengerasan pada biji sehingga mencegah keluarnya asam asetat dan terjadi penumpukan keasaman pada biji kakao (Hashim dkk., 1999). Adapun laju pengeringan yang terlalu lambat akan menghasilkan keasaman rendah, warna yang lebih buruk dan memicu kehadiran jamur (Hashim dkk., 1999, Hii dkk., 2006, Bharath dan Bowen-O′Connor, 2008; Zahouli dkk., 2010).

Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur biji dibawah sinar matahari, dengan alat pengering, atau kombinasi keduanya. Untuk pengeringan dengan sinar matahari, biji kakao disebar diatas terpal, tikar, atau dilantai di bawah sinar matahari. Dilakukan pembalikan pada biji untuk memastikan keseragaman pengeringan. Dengan sinar matahari yang memadai dan sedikit curah hujan, pengeringan matahari bisa menghabiskan waktu sekitar satu minggu. Adapun jika periode kering kurang jelas, maka dapat digunakan mesin pengering, seperti Rotary Dryer.

Penyangraian Biji Kakao

Penyangraian merupakan salah satu langkah penting dalam pengolahan kakao yang akan berpengaruh pada kualitas. Proses ini menentukan karakter proses kimia dan fisik yang terjadi di dalam biji. Selama proses ini berlangsung terjadi penguapan asam volatil dari biji yang menyebabkan penurunan keasaman dan kepahitan biji kakao (Afoakwa dkk., 2008). Penyangraian dapat dilakukan dengan mesin roaster. Suhu dan lamanya penyangraian secara substansial mempengaruhi perubahan kimia dan fisik yang terjadi pada biji kakao (Farah, Zaibunnisa, & Misnawi, 2012). Kondisi penyangraian biji kakao umumnya berkisar antara 15-45 menit dengan suhu 130-150°C (Krysiak dan Motyl-Patelska, 2006).

Produksi Nib

Setelah penyangraian, biji kakao harus dipisahkan dengan kulit dan dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil. Proses ini bertujuan untuk mencegah adanya kontaminasi yang dapat membentuk rasa tidak enak didalam kulit. Proses ini menghasilaan biji kakao yang sudah tercacah dan siap diolah menjadi cokelat (nib kakao).

 

Referensi:

Afoakwa, E. O., Paterson, A., Fowler, M., & Ryan, A. (2008). Flavor formation and character in cocoa and chocolate: a critical review. Critical reviews in food science and nutrition, 48(9), 840-857.

Afoakwa, E. (2010). Chocolate Science and Technology. UK: Wiley Blackwell Oxford.

Bharath, S., & Bowen-O’Connor, C. (2008). Assessing drying rates of cacao beans using small samples. Cocoa Research Unit The University of the West Indies, 52.

Farah, D. M. H., & Zaibunnisa, A. H. (2012). Optimization of cocoa beans roasting process using response surface methodology based on concentration of pyrazine and acrylamide.

Hashim, P., Selamat, J., Muhammad, K., & Ali, A. (1999). Effect of drying time, bean depth and temperature on free amino acid, peptide‐N, sugar and pyrazine concentrations of Malaysian cocoa beans. Journal of the Science of Food and Agriculture, 79(7), 987-994.

Krysiak, W., dan Motyl-Patelska, L. (2006). Effects of air parameters on changes in temperature inside roasted cocoa beans. Acta Agrophysica, 7(1), 113-127.

Kyi, T. M., Daud, W. R. W., Mohammad, A. B., Wahid Samsudin, M., Kadhum, A. A. H., & Talib, M. Z. M. (2005). The kinetics of polyphenol degradation during the drying of Malaysian cocoa beans. International journal of food science & technology, 40(3), 323-331.

Nair, K. P. (2010). The agronomy and economy of important tree crops of the developing world. Elsevier.

Saputro, A.D. (2017). Structure-function relations of palm sap sugar in dark chocolate. PhD thesis, Ghent University, Belgium, 221p.

Zahouli, G. I. B., Guehi, S. T., Fae, A. M., Ban-Koffi, L., & Nemlin, J. G. (2010). Effect of drying methods on the chemical quality traits of cocoa raw material. Advance journal of food science and technology, 2(4), 184-190.

Fermentasi, Pembentuk Flavor Kakao. Pentingkah Dilakukan?

ArtikelPengolahan Kakao Sunday, 30 June 2019

Saat ini Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan produksi mencapai 658,4 ribu ton pada tahun 2016 (BPS, 2017). Adapun begitu, besarnya produksi kakao yang dihasilkan Indonesia tidak diikuti dengan kualitas yang mampu bersaing dengan kakao dari negara lain. Penyebab rendahnya kualitas biji kakao Indonesia adalah karena rendahnya pengetahuan para petani dalam penanganan prapanen atau pascapanen kakao, salah satunya  dalam proses fermentasi.

Fermentasi merupakan proses penting dalam pengolahan biji kakao. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menghasilkan prekursor cita rasa dan aroma kakao, mencokelat-hitamkan warna biji, serta mengurangi rasa pahit dan sepat (Clapperton, 1994; Wahyudi, 1988). Selain itu proses ini bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp (daging buah) dan mematikan biji. Biji kakao yang tidak terfermentasi, tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Proses fermentasi untuk kakao dengan varietas Forastero berlangsung selama 5-6 hari, sedangkan untuk varietas Criolo difermentasi selama 1-3 hari (Afoakwa, 2010). Fermentasi dapat dilakukan dengan meletakkan biji-biji kakao ke dalam kotak kayu yang sudah dilubangi bagian samping dan bawahnya (Gambar 1). Kemudian tumpukan biji ditutup menggunakan karung goni atau penutup lainnya.

Gambar1. Kotak fermentasi biji kakao
(https://3dwarehouse.sketchup.com)

Namun, sebelum dilakukannya fermentasi, terdapat proses yang juga tidak kalah penting dalam pembentukan flavor kakao, yaitu pengkondisian pulp yang dapat dilakukan dengan metode pod storage. Pod storage merupakan suatu teknik penyimpanan kakao yang telah dipanen selama jangka waktu tertentu sebelum fermentasi (Hinneh dkk., 2018). Teknik ini telah diterapkan di beberapa negara penghasil kakao, seperti Malaysia. Setelah kakao dipanen, biji kakao tidak segera dipisahkan dengan tempurungnya (pod). Biji kakao tetap berada pada tempurung dan dibiarkan selama beberapa hari hingga seminggu. Hal ini dapat mengurangi tingkat keasaman dari biji kakao yang difermentasi (Meyer dkk., 1989). Selama penyimpanan pada pod, bagian luar pod berubah dari kuning terang menjadi gelap dan hitam, adapun buah dibagian dalam pod berubah dari putih terang menjadi krem (Gambar 2). Selain itu bagian buah pun menyusut yang menunjukkan  terjadinya penguapan air (Hinneh dkk., 2018).

Gambar 2. Kenampakan Biji kakao selama pod storage
(www.geoseph.com)

 

Referensi:

Afoakwa, E. (2010). Chocolate Science and Technology. UK: Wiley Blackwell Oxford.

Clapperton, J.F. (1994). A Review of Research to Identify The Origins of Cocoa Flavor Characteristics. Cocoa Grower’s Bull., 48, 7-16.

Hinneh, M., Semanhyia, E., Van de Walle, D., De Winne, A., Tzompa-Sosa, D. A., Scalone, G. L. L., & De Cooman, L. (2018). Assessing the influence of pod storage on sugar and free amino acid profiles and the implications on some Maillard reaction related flavor volatiles in Forastero cocoa beans. Food research international, 111, 607-620.

Meyer, B., Biehl, B., Said, M. B., & Samarakoddy, R. J. (1989). Post‐harvest pod storage: A method for pulp preconditioning to impair strong nib acidification during cocoa fermentation in Malaysia. Journal of the Science of Food and Agriculture, 48(3), 285-304.

Saputro, A.D. (2017). Structure-function relations of palm sap sugar in dark chocolate. PhD thesis, Ghent University, Belgium, 221p.

Sub Direktorat Statistik Tanaman Perkebunan. (2017). Statistik Kakao Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik

Wahyudi, T. (1988). Perisa Kakao dan Komponen-komponennya. Pelita Perkebunan, 4, 106-110. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember

Recent Posts

  • Tim Peneliti Cokelat FTP UGM Tampilkan Inovasi Berbasis Rumput Laut dalam Pameran Sinergi UGM–BRIN
  • Pelatihan Pembuatan Cokelat Praline oleh Tim Pengabdian DTPB UGM sebagai Upaya Diversifikasi Produk Kakao
  • Teknologi Refining Cokelat Jadi Sorotan, Dr. Arifin Jadi Pembicara Guest Lecture di Universiti Putra Malaysia
  • Dosen FTP UGM Edukasi Mahasiswa Unhas Tentang Pengolahan Cokelat Sesuai Standar Internasional
  • Dosen FTP UGM Moderatori Dialog Strategis Koperasi Desa Berbasis Inovasi dan Inklusi Dalam Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-78
Universitas Gadjah Mada

Menara Ilmu
Teknologi Mesin dan Alat Pengolah Kakao-Cokelat
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Jln. Flora 1. Bulaksumur 55281 Yogyakarta Indonesia
: kakao-coklat.tp@ugm.ac.id
 : +62-274-563-542

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY